Saturday, January 4, 2025

Benarkah PT Nol persen Untuk Capres dan Cawapres baik untuk Demokrasi Indonesia???

 Pendahuluan

Saya sudah memposting sebelum nya yaitu pada tanggal 15 Januari 2022 tentang pentingnya PT 0 persen ini sebagai pilihan terbaik untuk pengembangan demokrasi di Indonesia. Melalui proses yang sangat panjang sampai sekitar 36 gugatan akhirnya mahkamah konstitusi (MK) mencabut kebijakan ambang batas 20 % pencalonan presiden menjadi 0 persen seperti yang dibacakan oleh Ketua MK dua hari yang lalu yaitu  Kamis, 2 Januari 2025.  Ini tentu menjadi angin segar bagi demokrasi di Indonesia yang selama ini dikadalin oleh partai politik besar dan penguasa. Kenapa PT 0 persen ini menjadi terbaik? Berikut ulasan saya.

Dominasi Partai Politik dan Penguasa Hilang

Sebenarnya PT 20 persen itu secara matematis  memungkuinkan untuk menghasilkan 5 calon Presiden atau kepala daerah, tetapi apa yang terjadi? Dengan PT 20 persen itu, partai politik dan penguasa bisa mengatur  koalisi sehingga tidak mungkin ada calon lain, dengan  memborong suara lebih dari 80 persen, sehingga bisa melawan kotak kosong saja, dan ini terjadi di banyak daerah. Contoh yang yang paling anyar adalah tentang nasib pencalonan Anies di Jakarta yang sengaja dijegal, dengan memborong hampir seluruh partai (partai parlemen dan non parlemen; lebih dari 80 persen) sehingga tidak ada calon lain yang bisa maju selain calon independen dengan syarat yang lebih ringan, meskipun akhirnya MK mengabulkan bahwa partai yang memperoleh suara mirip dengan persyaratan calon independen diperbolehkan sehingga PDIP bisa mengusung calon sendiri dan bisa menang dan seperti terjadi juga di banyak daerah lain. Tentu saja praktek politik jahat seperti itu tidak bisa terjadi ketika PT nol persen.

Kriminalisasi Politik terhadap Potensial Calon Penantang Rezim bisa dihindari

Membaca praktek pencalonan presiden 2024 yang lalu ketika Anies RB dicalonkan oleh 3 Partai Politik: Nasdem, PKB dan PKS. baik Anies dan Partai pengusung nya mendapat tekanan politik yang luar biasa dari penguasa sehingga harus menghadapi banyak masalah dalam proses pencalonan dan pilpresnya sendiri. Mulai dari kriminalisasi Anies dengan kasus mulai dari proses dan pelaksanaan Formula E di Jakarta yang sempat diributkan di Lembaga peradilan, yang akhirnya disinyalir oleh Hasto (sekjen PDIP) ada campur tangan penguasa (Jokowi) pada saat itu. Fenomena semacam ini bisa dihindari dengan kebijakan PT nol persen ini.

Ketakutan akan banyak calon Presiden tidak beralasan

Kenapa hal ini tidak perlu dipermasalahkan karena kenyataannya dengan PT 20 persen yang memungkinkan akan ada 5 calon potensial tidak pernah terjadi, sehingga kebijakan PT 0 persen tidak serta merta juga akan melahirkan banyak calon, sehingga argumen akan banyak calon presiden tidak beralasan. Kenapa? karena untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden itu tidak mudah dan banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Mereka harus memiliki popularitas yang dan logistik yang memadai dan punya potensi untuk menang, sehingga calon yang rasional tidak akan pernah menghamburkan sumberdaya yang besar kalau tidak ada potensi untuk menang.

Partai Politik yang Mencalonkan Presiden sangat bisa diterima

Saat ini untuk membentuk partai politik bukanlah hal yang mudah, karena syaratnya sangat ketat dan membutuhkan struktur organisasi dan keanggotaan yang tidak sedikit. Harus ada kepengurusan diseluruh propinsi dan sebagaian besar di kabupaten/kota, kecamatan, serta desa/kelurahan. Sehingga infrastruktur partai politik yang dapat mengikuti pemilu sudah sangat memadai, dan hampir sama dengan partai politik yang sudah eksis. Argumen yang paling kuat tentu saja bahwa toh, partai politik itu hanya diberikan hak untuk mencalonkan Presiden dan wakil Presiden dan tidak menentukan dan memastikan hasil, dan toh yang memilih akhirnya juga rakyat, Calon yang didukung oleh partai politik yang masif pun seperti yang terjadi di Jakarta kalah telak juga, karena supremasi demokrasi itu ada di tangan rakyat.

Penutup

PT nol persen meskipun meskipun kontroversial toh lebih banyak manfaat ketimbang modaratnya paling tidak dengan tiga argumen di atas. Mereka yang masih mempermasalahkan PT nol persen adalah adalah mereka yang senang dengan status quo yang menguntungkan mereka selama ini, yaitu mereka korup dan haus kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Kita harus sambut baik PT nol persen ini, dan juga senantiasa menghimbau kepada pemerintah untuk tidak lagi suka mengkriminalkan lawan politik, karena bisa saja partai politik dengan PT nol bisa mencalonkan seseorang jadi presiden dan wapres, tetapi calon dikriminalisasi secara hukum atau cara-cara lain yang tidak beradab. Kita harus mengawal proses politik dan hukum di nagara agar mengikuti alur dan jalur yang benar. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan bagi rakyat yang berakal sehat dan cerdas untuk kemajuan dan kebaikan bangsa dan negara Republik Indonesia.





Thursday, December 19, 2024

APAKAH PRABOWO ADALAH ANTITESA ATAU KEBERLANJUTAN JOKOWI?

 PENGANTAR

Tidak terasa Prabowo telah memegang tampuk kekuasaan di Republik Indonesia selama 60 hari ketika tulisan ini dibuat. Ini menjadi lebih dari setengah perjalanan seratus harinya sebagai presiden yang sering menjadi patokan jangka waktu untuk mendeteksi sejauh mana akselesari gagasan dan tindakan, apakah cukup bisa diandalkan ataukah tidak. 

Seperti dimaklumi kehadiran Prabowo sejak mulai Pilpres lalu merupakan keberlanjutan dari rezim Jokowi dalam pengertian bahwa Prabowo akan melanjutkan program-program besar dan ambisius Jokowi yang banyak terkait dengan keberpihakannya terhadap oligarki atau pemilik modal besar, termasuk prilaku politik yang cendrung jauh dari demokrasi dan perlindungan terhadap masyarakat sipil. Ini bertentangan dengan jargon yang dikembangkan oleh calon pasangan AMIN, Anies-Muhaimin yang cendrung lebih memihak ke masyarakat sipil, kaum marjinal, dan demokratisasi. Sehingga banyak ahli berpandangan bahwa konsep AMIN merupakan antitesa terhadap gaya kepemimpinan serta orientasi politik ekonomi Jokowi. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar Prabowo merupakan keberlanjutan ataukah antitesis dari Jokowi?

MEMBACA KECENDRUNGAN PRABOWO?

Sejak Prabowo diangkat menjadi presiden RI ke 8, banyak pernyataan-pernyataan beliau yang menandakan bahwa arah politik beliau bukannya menuju ke arah keberlanjutan program-program pemerintahan terdahulu, tetapi keberlanjutan tongkat kepemimpinan saja. Artinya Prabowo hanya melanjutkan eksistensi pemerintahan bukan menjadi keberlajutan rezim terdahulu dengan program-program kapitalis oligarkinya. Pertama, Prabowo dengan tegas mengatakan bahwa beliau akan menegakkan pemerintahan yang bersih dan menegakkan hukum termasuk untuk siapapun koruptornya, (mungkin) termasuk anggota kabinetnya. Hari ini ketika pidato di depan mahasiswa-mahasiswi Indonesia di Universitas Al-Azhar, Presiden kembali menegaskan tentang pentingnya pemerintah bersih dan meminta agar para koruptor bertaubat dan mengembalikan harta hasil korupsinya ke negara. Statemen ini sangat berbeda dengan Jokowi yang tidak pernah menyatakan secara tegas tentang pemberantasan korupsi ini, bahkan cendrung yang dilakukan pelemahan terhadap institusi KPK dan menjadikannya ASN, dan tidak independen lagi terhadap pemerintah. Kinerja penegakan hukum dan korupsi di era Jokowi menjadi yang terjelek sejak era reformasi. Kedua, Prabowo juga menegaskan bahwa prioritas beliau mengentaskan kemiskinan dan membantu pihak-pihak yang tidak beruntung. Hal ini ditunjukkan dengan program yang menitikberatkan pada kualitas sumberdaya manusia melalui perbaikan fasilitas pendidikan dan kesehatan dengan anggaran yang semakin tinggi. Program makan bergizi gratis dan janji untuk meningkatkan infrastruktur pendidikan terutama di daerah-daerah tertinggal dan miskin. Ini bertentangan dengan pemihakan rezim Jokowi yang cendrung membantu pemilik modal atau oligarki, dengan argumen bahwa kalau ekonomi tumbuh, maka rakyat akan bisa diberdayakan. Tetapi kenyataannya, pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang melibatkan atau yang menguntungkan para oligarki cendrung memberikan dampak yang negatif bagi masyarakat miskin di mana lokasi PSN itu dilaksanakan. Kasus PIK, Reklamasi Jakarta, dan PSN Rempang melahirkan luka bagi masyarakat miskin, yang digusur semena-mena dengan ganti rugi yang sangat tidak memadai. Belakangan kita dengar bahwa Presiden Prabowo akan mengevaluasi atau menghentikan proyek-proyek yang spektakuler dan menguras dana besar, apalagi kalau berdampak negatif bagi masyarakat lokal. Ketiga, Presiden menegaskan bahwa peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia menjadi target utama pemerintahannya. Pemerintah menegaskan bahwa perlu pendekatan model pembelajaran yang menitikberatkan pada STEM (Science (sains), Technology (teknologi), engineering (teknik), and Mathematics (matematika). Keempat kemampuan ini diyakini menjadi kekuatan dasar untuk mengembangkan ekonomi modern yang berbasis sains dan teknologi dan berpotensi menghasilkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pada persaingan global yang semakin dinamis.

KELUAR DARI PERANGKAP JOKOWI?

Menyimak bahasan yang disampaikan di atas, terlihat bahwa sesungguhnya bahwa prioritas dan arah kebijakan politik Prabowo dan Jokowi sesungguhnya berbeda di mana Prabowo cendrung Pro Rakyat sementara Jokowi lebih Pro Pengusaha (Oligarki). Sesungguhnya inilah dua ideologi yang cendrung bersebrangan cara pandangnya dalam mengelola negara. Kalau di Amerika Serikat, Partai Republik yang sekarang dinakhodai oleh Donald Trump, sebagai Presiden Amerika Serikat merupakan Partai yang cendrung pro oligarki, seperti juga Partai Buruh di Australia. Sementara partai politik dengan ideologi yang cendrung pro rakyat dan keluarga adalah Partai Demokrat di Amerika Serikat dan Partai Liberal di Australia. Dua kubu yang berbeda posisi politik ini menjadi rival politik yang terus mewarnai perpolitikan negara, siapapun yang memerintah maka yang kubu satunya menjadi oposisi dan cendrung menawarkan program-program politik yang berbeda dengan kubu yang berkuasa dan politik menjadi dinamis dan menuju perbaikan terus menerus. Apakah politik Indonesia akan menuju kepada dua kubu politik seperti itu? kita akan masih menunggu, karena politik di Indonesia saat ini masih menitikberatkan pada kekuasaan ketimbang ideologi yang diperjuangkan.

Kembali kepada apakah Prabowo  merupakan keberlanjutan atau antitesa dari Jokowi, kita harus menunggu beberapa waktu lagi. Yang kita lihat saat-saat ini adalah bahwa "omon-omon" atau janji politik Prabowo terkesan berbeda atau antitesa dari Jokowi. Mungkin setelah 100 hari atau sampai satu tahun ke depan kita akan menemukan apakah sosok Prabowo memang berbeda atau tidak. Yang kita tahu saat ini Prabowo terkesan masih "tersandra" oleh Jokowi, dengan sinyal masih sering saling ketemu, atau orang-orangnya Prabowo masih berkomunikasi dengan Jokowi. Secara personal, tentang Prabowo punya "hutang" politik dengan Jokowi. Pertama, Jokowi lah yang mengajaknya masuk kabinet setelah kalah dengan Jokowi untuk keduakalinya pada tahun 2019. Hal ini paling tidak mulai memperbaiki citra Prabowo di kalangan elit dan rakyat, sebagai mantan Jendral "pecatan". Keberadaan Probowo sebagai Menteri Pertahanan yang dinilai banyak kalangan mempunyai kinerja yang bagus menaikkan posisi tawar Prabowo ke depan. Kedua, Jokowi memulihkan kredibilitas posisi militer Prabowo, dengan memberikannya pangkat Jendral (bintang empat) setelah sebelumnya diberhentikan dengan tidak hormat pada saat menjabat Letnan Jendral (bintang tiga). Ini tentu saja mengembalikan kebanggaan diri Prabowo, setelah dalam kesempatan lain beliau menginginkan itu ketika beliau menghadap presiden Gur Dus dann justru menyarankannya menjadi pengusaha walaupun itu disyukuri juga oleh Prabowo. Ketiga, Peran Jokowi terhadap pemenangan Prabowo dan mengalahkan AMIN dalam Pilpres 2024 sangat besar dengan menggunakan segala "cara", walaupan banyak yang mensinyalir bahwa upayanya itu adalah untuk menjadikan anaknya Gibran sebagai wakil presiden yang sebelum pencalonannya terkesan melanggar konstitusi dengan dugaan peran sang paman di MK. Ketiga faktor ini secara personal, Prabowo mungkin merasa "berhutang budi" terhadap Jokowi, sehingga masih setengah hati untuk melakukan gebrakan-gebrakan seperti yang diinginkannya karena akan banyak bersentuhan dengan prilaku rezim politik sebelumnya (Jokowi).

PENUTUP

Dari uraian bisa kita simpulkan sendiri apakah Prabowo merupakan anti tesa Jokowi atau sebaliknya. Anda bisa saja berpandangan lain dengan argumen-argumen anda sendiri. Kita berharap agar Prabowo kembali ke jati dirinya yang patriotik, bangsa dan negara adalah segalanya, yang santun dan tetap menghargai senior meskipun pernah mencelakannya, cinta rakyat miskin dan pro peradaban, keadilan, dan kesejahteraan bersama. Saya berkeyakinan bahwa Prabowo akan mengikuti kata hati dan ideologi politiknya sendiri sehingga segala tindakannya akan senantiasa mementingkan kepentingan rakyat bukan kepentingan perseorangan, keluarga, atau kelompok tertentu. Selamat bekerja Presiden Prabowo. Kami akan setia di belakang anda jika Presiden secara sungguh melaksanakan apa yang sudah dijanjikan untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.


Benarkah PT Nol persen Untuk Capres dan Cawapres baik untuk Demokrasi Indonesia???

  Pendahuluan Saya sudah memposting sebelum nya yaitu pada tanggal 15 Januari 2022 tentang pentingnya PT 0 persen ini sebagai pilihan terbai...