Tuesday, July 8, 2008

Fenomena Baru Pilkada NTB: Tuan Guru Bakal Jadi Gubernur

Fenomena baru terjadi di Pilkada Gubernur di NTB, dimana seorang Tuan Guru Bajang atau Kiyai Zainul Majdi, MA (selanjutnya disingkat TGH) memenangkan Pilkada NTB (menurut versi beberapa lembaga quick count) dengan suara sekitar 37 persen, sehingga cukup satu putaran saja. Ada beberapa catatan penting dengan hasil yang sepektakuler ini. Pertama, TGH ini merupakan Gubernur termuda dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Dengan umur baru 36 tahun , tentu ini merupakan prestasi yang luar biasa. Fenomena ini memberikan justifikasi bahwa sebenarnya kalangan muda bisa mendapat tempat menjadi pemimpin di Indonesia kalau memiliki kapasitas, populer dan layak jual di masyarakat. Oleh karena itu, dikotomi tokoh tua dan tokoh muda sudah harus ditanggalkan, sehingga yang perlu dikedepankan adalah kapasitasnya untuk dipilih (electability). Kedua, TGH menjadi Kiyai Pertama yang memimpin propinsi, setelah di level nasional oleh KH Abdurahman Wahid. Kemenangan TGH ini sesuatu yang spesial karena dalam dalam satu dekade terakhir ini, beliau mengalami konflik keluarga dan organisasi Nahdatul Wathan (NW), organisasi Islam terbesar di Pulau Lombok. Untuk diketahui, NW ini pecah menjadi 2(dua) yaitu NW Pancor dan NW Anjani. NW Pancor dikomandoi oleh TGH dan Ibunya, sementara yang di NW Anjani diketuai oleh Bibinya (Hj. Raihanun) dan anaknya. Ketiga, NW inipun memiliki Kiblat politik yang berbeda. NW Pancor berafiliasi ke PBB (Partai Bulan Bintang) dan NW Anjani bergabung ke Partai PBR (Partai Bintang Reformasi) yang dalam PILGUB ini mengusung Calon yang berbeda. TGH maju calon gubernur diusung oleh PKS dan PBB, sedangkan NW Anjani liwat PBR mendukung incumbent (Serinata) bersama Golkar dan PDIP. Namun, di kalangan NW ada kecendrungan besar mereka mendukung TGH, disamping karena salah seorang Putri dari NW Anjani ikut menjadi Tim Sukses TGH, keberadaan TGH sebagai calon mungkin menjadi alternatif pilihan yang terbaik ketimbang calon yang lain, meskipun mungkin bertolak belakang dengan pemimpin NW yang mereka afiliasi. Keempat, sekali lagi, mesin partai PKS terbukti sangat solid, meskipun calon yang diusung sedikit kontroversial, Keberhasilan mesin PKS sudah terbukti di banyak tempat terutama dalam bertanding dengan Partai-partai seperti hasil PILGUB Sumut dan Jabar. Bukan saatnya lagi partai-partai atau calon gubernur hanya mengandalkan pemilih emosional, tetapi harus diupayakan dengan mobilisasi sumberdaya secara profesional. Termasuk dengan menyertakan Harun ArRasyid (dari Bima), mantan Gubernur NTB 1998-2003 menjadi "Vote getter" yang masih populer di masyarakat NTB, namun tidak mendapatkan partai pengusung, sehingga suara dari Kabupaten dan Kota Bima, serta Kabupaten Dompu, banyak beralih ke TGH, meskipun sebelumnya sempat beredar bahwa pemilih di wilayah ini akan GOLPUT karena tidak adanya calon yang ikut kontes Pilgub kali ini. Kelima, Tren yang menginginkan perubahan dalam masyarakat Indonesia sudah mulai terjadi, dimana masyarakat sudah mulai bosan dengan status quo (establisment) dan ingin pemimpin yang baru, bersih, dan punya harapan untuk melakukan perubahan. Meskipun muda dan terkesan belum berpengalaman, toh masyarakat memilihnya, tentu dengan harapan seperti di atas. Apapun hasil yang diperoleh, sebagai ummat yang beragama, kemenangan ini adalah kemenangan ummat yang menginginkan perbaikan di negeri ini. Semoga pasangan ini bisa mewujudkan janji-janji yang ideal selama ini untuk memperbaiki daerah dan warga NTB, dan jangan sampai terjerumus kembali seperti perilaku pemimpin-pemimpin yang terdahulu. Kita tunggu kinerja mereka, apakah tokoh muda bisa bekerja lebih baik atau tidak. Waktulah yang akan menjawab.

No comments:

Benarkah PT Nol persen Untuk Capres dan Cawapres baik untuk Demokrasi Indonesia???

  Pendahuluan Saya sudah memposting sebelum nya yaitu pada tanggal 15 Januari 2022 tentang pentingnya PT 0 persen ini sebagai pilihan terbai...