Wednesday, August 26, 2015

KISRUH PILKADA KOTA MATARAM: Intrik Politik Kekuasaan

Pengantar

Perhelatan Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember tahun ini menyuguhkan banyak cerita yang patut dicermati dan dikritisi secara proporsional. Kasus Calon Wakil Walikota Surabaya yang tiba-tiba menghilang ketika akan melakukan pendaftaran, misalnya, termasuk calon pasangan walikota dan wakil kota Denpasar yang mengundurkan diri, bahkan ada di beberapa kabupaten yang tidak memiliki calon sama sekali dan/atau hanya mempunyai satu pasangan calon sehingga Pilkada harus diundur pada tahun 2017.

Yang tidak kalah menariknya adalah apa yang terjadi di Kota Mataram propinsi Nusa Tenggara Barat di mana sejak awal sosialisasi sampai pendaftaran pilkada pada tahap pertama, semua partai habis terbagi pada dua pasangan calon yaitu Akhyar Abduh dan Mohan Roliskana (AMAN Jilid 2) yang merupakan petahana, dan Rosyadi Sayuti dan M Kasdiono (RIDO) sebagai pasangan penantang. Pasangan AMAN Jilid 2 didukung oleh parpol seperti Nasdem, PKPI, PKS, PAN, PBB, PKB, PPP Romi,dan GOLKAR. Pasangan RIDO didukung oleh PDIP, GERINDRA,dan DEMOKRAT, dan PPP Zan Fariz, dan Partai Perindo (pendatang baru).  Dengan kemunculan kedua calon ini geliat pilkada kota Mataram terlihat hidup dan semarak karena akan menyajikan suatu perhelatan demokrasi yang dinamis dan berkualitas karena kedua pasangan calon memiliki track record yang bagus baik  di kancah birokrasi maupun politik. Pasangan AMAN sudah malang melintang di Kota Mataram sejak lama. Akhyar Abduh sudah aktif dalam politik sejak dua dekade terakhir. Terakhir juga bertindak sebagai Ketua Golkar Kota Mataram dari Kubu ARB. Sedangkan Mohan adalah Putra dari HM  Ruslan, Walikota sebelumnya yang dinilai sangat berhasil membangun kota Mataram, sehingga membawa berkah bagi putranya, selain Mohan juga aktif di KNPI dan organisasi pemuda lainnya sehingga mempunyai basis kekuatan sendiri. Terakhir menjadi Plt Ketua GOLKAR Kota Mataram dari Kubu Agung Laksono.

Sedangkan Rosyadi Sayuti adalah akademisi sekaligus birokrat yang sangat berhasil. Ketika masih berkiprah di Universitas Mataram, beliau sempat menjadi Ketua Pusat Penelitian, P3P dan terakhir sebagai Pembantu Rektor IV Universitas Mataram. Setelah berhijrah ke Birokrasi, beliau langsung diangkat menjadi Ketua BAPPEDA NTB setelah TGB Zainul Mazdi menjadi Gubernur NTB, selanjutnya dimutasi ke Asisten I, dan yang terakhir ketika hendak mencalonkan diri sebagai balon walikota Mataram beliau adalah Kepala DIKPORA propinsi NTB. Selain itu, Rosyadi juga adalah Ketua Wilayah NW NTB dan Ketua Pramuka NTB, selain afiliasi lainnya seperti ICMI dan KAHMI, serta organisasi lainnya. Sedangkan M Kasdiono adalah Putra Jawa yang sukses di Mataram sebagai pengusaha (antara lain PJTKI), pernah menjadi Ketua KONI NTB yang sangat berhasil, dan yang terakhir menjadi Anggota DPRD NTB dari Partai Demokrat dengan memperoleh suara tertinggi di Kota Mataram

Melihat jejak karir kedua pasangan tersebut tidaklah keliru kalau disimpulkan bahwa peluang bagi keduanya untuk memenangkan pilkada sangat terbuka, meskipun petahana selalu diuntungkan karena sudah berada dalam pemerintahan dan sudah berinteraksi secara intens dengan masyarakat luas. Tetapi ketika memasuki tahapan yang sangat krusial yaitu pendaftaran pasangan calon, disinilah drama dan kisruh pilkada Kota Mataram dimulai. Intrik politik kekuasaan serta perhitungan politik mulai muncul yang kemudian menjadi sangat kontroversial.

Awal Drama Politik

Sebagai pasangan calon yang akan mengikuti pilkada keduanya intens melakukan sosialisasi ke masyarakat, baliho mulai dipasang di mana-mana dan melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat. Sampai di sini semua berjalan sebagaimana mestinya dan wajar, sehingga banyak masyarakat berpendapat bahwa pertarungan pilkada saat ini bakal seru karena AMAN jilid 2 adalah petahana di kota Mataram dan RIDO didukung oleh Gubernur NTB  yang juga berkantor di Kota Mataram.

Segera setelahnya, pasangan AMAN Jilid 2 mendaftarkan pencalonannya di KPU Kota Mataram yang diiringi oleh ribuan pendukungnya sebagai show of force bahwa mereka masih dikehendaki oleh masyarakat Mataram untuk memimpin lagi. Tentu ini sesuatu yang lumrah karena disamping kekurangannya, banyak juga hal yang baik sudah diperbuat selama menjabat. Tahapan berikutnya, yang sangat ditunggu adalah bagaimana pasangan RIDO sebagai penantang menunjukkan keseriusannya, dan itu terjawab ketika pasangan ini melakukan deklarasi pencalonannya yang tidak kalah meriah dibandingkan dengan pasangan, ketiga pemimpin partai pendukung utama yaitu GERINDRA, PDIP, dan DEMOKRAT, serta dua pendukung tidak resmi yang PPP zan Fariz (H Muhammad) dan Partai Perindo NTB (H Izzul Islam). Yang kemudian menghebohkan adalah keputusan Koalisi ini untuk tidak mendaftar karena pertimbangan tertentu, yang tidak jelas hingga hari ini. Apa yang terjadi kemudian adalah bahwa pasangan RIDO tetap memberikan harapan dengan ungkapan "akan mendaftar pada waktu yang tepat", dan ternyata sampai pada penutupan pendaftaran tidak juga mendaftar.

Karena ada peraturan yang memungkinkan untuk memperpanjang pendaftaran, maka KPU membuka perpanjangan pendaftaran karena hanya ada satu pasangan calon. Masyarakat tetap menunggu apakah pasangan RIDO akan mendaftar atau tidak, tetapi sinyal yang muncul baik di media sosial dan informasi yang berkembang tidak ada tanda-tanda bahwa RIDO akan mendaftar. Tentu saja kondisi ini membuat kubu AMAN jilid 2 menjadi kelabakan karena jika hanya ada satu pasangan calon saja maka bisa dipastikan pilkada akan diundur hingga tahun 2017. 

Konstelasi politik berubah drastis, Kubu AMAN jilid II yang merasa sudah punya peluang untuk melanjutkan pemerintahannya tentu tidak tinggal diam karena  investasi politik yang sudah ditanam sejak lama akan sirna dan sia-sia  kalau pilkada harus ditunda hingga 2017, dan dalam dua tahun ke depan tentu akan sangat dinamis dan peta politik bisa berubah.

Intrik Politik and Antiklimaks membangun Iklim Demokrasi yang Sehat

Dengan tertundanya dan akhirnya tidak jadinya pasangan RIDO mendaftar di KPU tentu mengundang banyak kontroversi dan pandangan negatif. Meskipun pihak RIDO membantah bahwa mereka tidak melanggar hukum dan tidak mundur alias tidak jadi mendaftar sebagai tindakan yang sah sah saja. Banyak  kalangan yang melihat ini sebagai tindakan yang tidak mendidik dan terkesan kalah sebelum bertanding, bahkan ada kawan saya menggunakan istilah MUNTABER, mundur tanpa berita. Spekulasi lain menyebut ini sebagai "keputusan politik tingkat tinggi"  dan ada kepentingan-kepentingan lain yang menyertai keputusan politik ini. Bahkan pihak pasangan RIDO sempat menyatakan bahwa ini adalah pembelajaran politik bagi beliau karena baru saja terjun ke dalam politik praktis (dinamis, beresiko, dan tidak pasti) setelah lama menjadi akademisi dan birokrat. Tentu saja, sebagai Ahli Sosiologi mestinya beliau pasti mengerti betul akan fenomena ini.

Yang lebih mengejutkan adalah apa yang dilakukan oleh pasangan AMAN dalam merespon konstelasi politik yang berubah drastis tersebut yang tentu saja sangat membahayakan keberlangsungan karir politiknya. Pada suatu kesempatan beliau sempat berujar bahwa beliau akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan pesta demokrasi di kota Mataram ini, dan ini nampaknya terbukti kemudian. 

Karena pasangan AMAN ini melihat bahwa tidak ada sinyal yang jelas bahwa pasangan RIDO akan mendaftar pada tahapan perpanjangan waktu pendaftaran, pasangan ini melakukan blunder yang sangat tidak populer. Kebetulan atau mungkin berkah politik buat pasangan AMAN, keduanya adalah bahwa Akhyar Abduh adalah ketua GOLKAR kubu ARB dan Mohan adalah Plt Ketua GOLKAR kubu Agung Laksono, yang dalam ketentuan KPU bisa mendaftar calon atas persetujuan kedua kubu tersebut. Karena suara GOLKAR di Kota Mataram adalah cukup untuk mengusung pasangan calon lain, maka peluang inilah yang digunakan oleh pasangan AMAN untuk "menyelamatkan demokrasi di Kota Mataram". Lalu pasangan ini datang ke KPU untuk mendaftarkan calon lain yang mereka sebut sebagai SAHAJA,sebagai calon lawannya sendiri. Tentu langkah blunder ini adalah sah sah saja secara politik dan hukum, walaupun terkesan sangat aneh. Langkah ini tentu menjadi sangat kontroversial, sehingga lalu muncul istilah calon boneka, dan atribut sejenis. Pandangan seperti ini tidak semuanya keliru, karena siapa sosok SAHAJA ini tidak banyak yang tahu, kemunculannya menjadi sangat tiba-tiba tanpa ada informasi sebelumnya. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pasangan SAHAJA sempat ditolak karena dokumen pencalonannya tidak sah, karena partai GOLKAR oleh KPU dinyatakan telah sah mendukung paket AMAN.  Yang menarik bahwa kemudian pasangan SAHAJA melakukan gugatan balik melalui pihak Panwaslu bahwa mereka masih berhak menggunakan partai GOLKAR. Tidak tahu apa yang terjadi sepanjang persidangan, yang jelas pihak Panwaslu memutuskan bahwa pihak SAHAJA dikabulkan tuntutannya dan akhirnya dalam perkembangan terakhir, terlihat dari edaran Siaran Pers KPU pusat bahwa Kota Mataram membuka pendaftaran kembali bagi pasangan SAHAJA, sehingga sangat dimungkinkan bahwa Pilkada Kota Mataram akan berlangsung serentak dengan Kabupaten/Kota lainnya pada 9 Desember nanti, terkecuali ada gugatan lain dari pihak-pihak atau masyarakat yang merasa dirugikan dengan kondisi ini.

Terlepas dari drama KPU dan Panwaslu tersebut, yang menjadi fokus perhatian bagaimana selanjutnya kiprah pasangan SAHAJA dan GOLKAR yang mengusungnya dalam proses politik demokrasi ke depan. Ini menjadi tantangan sendiri bagi pasangan SAHAJA untuk berjuang dalam waktu yang sangat singkat ini untuk mensosialisasikan keberadaannya untuk bertarung di pilkada Kota Mataram, yang hampir pasti sangat sulit untuk dimenangkannya. Mereka harus tunjukkan pada masyarakat kota Mataram bahwa anda layak dipilih menjadi Walikota dan Wakil walikota Mataram. Mulailah sosialisasi dan turun ke masyarakat dengan partai yang mendukung anda dan raih simpati masyarakat, siapa tahu ada keajaiban yang bisa terjadi. Ini juga menjadi tantangan bagi GOLKAR untuk memperjuangkan calonnya ini dengan segala upaya dan sumberdaya yang dimiliki. Kalau keduanya baik pasangan SAHAJA dan GOLKAR tidak menunjukkan hal itu kepada masyarakat, maka itu hanya merupakan suatu tontonan pesta demokrasi yang sangat tidak menarik (dagelan politik) dan menumbuhkan sikap apatis masyarakat untuk memberikan partisipasi politik yang memadai.

Penutup

Kita sudah pahami bersama bahwa paling tidak ada tujuan utama dari orang berpolitik yaitu mencari kekuasaan dan memperjuangkan  nilai-nilai dan ideologi, dan apa yang dipertontonkan di negeri ini , termasuk di Kota Mataram ini adalah semata-mata politik kekuasaan, dengan mengabaikan nilai, etika, dan integritas politik serta asas-asas berdemokrasi yang sehat. Teori Machiavelli yang menggunakan istilah "menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan" masih sangat populer dan berlaku di negeri. 

Kita menyaksikan bahwa apa yang terjadi di Kota Mataram ini adalah contoh dari pembangunan demokrasi yang tidak sehat, yang memilih lost -lost solution, yaitu keduanya gagal membangun demokrasi yang sehat, beretika, bermartabat, dan berintegritas. Apapun yang terjadi nantinya, inilah hasil yang masih bisa kita peroleh setelah membangun demokrasi "liberal" sejak era reformasi, dan masih banyak yang harus diperjuangkan ke depan.

Tentu saja, apa yang terjadi ini seyogyanya menjadi pelajaran politik yang sangat berharga bagi semua stakeholders politik ke depan termasuk masyarakat awan seperti saya, dan kita berharap bahwa demokrasi ke depan menjadi lebih sehat dan terhormat, mencapai tujuan-tujuan luhurnya.




No comments:

Ide Tambahan Masa Jabatan Presiden

Setelah wacana presiden tiga periode mereda, kini muncul ide yang lebih gila lagi yaitu perpanjang masa jabatan presiden tiga tahun lagi. Id...